Sejarah Kabupaten Wonogiri
SEJARAH
KABUPATEN WONOGIRI
WONOGIRI MERUPAKAN WÅNÅ-GIRI: SUATU KAWASAN YANG BANYAK HUTAN DAN PEGUNUNGANNYA
Nama "wanagiri" yang dalam ejaan Belanda: "wonogiri" (dan akhirnya dibakukan menjadi nama daerah: Wonogiri), berarti hutan (wana) dan gunung (giri). Memang kawasan ini berupa pegunungan dan hutan.
Selain perbukitan dan hutan-hutan, daerah di Jawa bagian tengah-selatan ini terdapat banyak sungai. Sungai yang terkenal hingga kini antara lain ialah Sungai Kaduwang/Keduwang (Keduang) dan Sungai Wiråkå (Wiraka) yang akhirnya menyambung atau bermuara ke Bengawan Sålå (Bengawan Solo). Ya, Bengawan Solo memang berhulu di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Wonogiri ini. Selain sungai-sungai tersebut, banyak sungai-sungai kecil yang juga mengalir ke Bengawan Solo. Hanya saja, sejak adanya waduk raksasa tahun 1970-an (yang dinamakan: Gajah Mungkur; seperti nama gunung yang ada di sebelah barat lautnya), pertemuan-pertemuan sungai ke Bengawan Solo tadi ikut terendam waduk, bersama puluhan desa atau ratusan dusun di sejumlah kecamatan di Kabupaten Wonogiri.
KADUWANG/KEDUWANG: NAMA MASA LALU WONOGIRI
Di kawasan sebelah timur laut Alas Kethu, merupakan dataran rendah yang betul-betul datar. Dataran itulah yang merupakan sebuah daerah yang bernama Laroh atau Nglaroh. Di situ lah basis atau markas awal perjuangan Raden Mas Sahid, putra Pangeran Aryå Mangkunagårå. Pangeran Arya Mangkunagara, ayah R.M. Sahid sebenarnya merupakan putra mahkota Kartasura, calon pengganti sang ayah, Sri Susuhunan Amangkurat IV.
Wilayah yang konon diidentikkan dengan tempat Pangeran Erlangga berkelana, yakni VÅNÅGIRI pada masa silam ini,
mulanya merupakan lima (5) daerah yang saya istilahkan sebagai
"PÅNCÅWADÅNÅ WÅNÅGIRI", yakni:
Nglaroh, Keduwang, Hånggåbayan, Sembuyan, dan Wiråkå.
Kelima nama kawasan tersebut telah populer sejak era Mataram - Kartasura - Surakarta, atau mungkin sebelum itu, terutama Kaduwang/Keduwang dan Sembuyan. Lalu Nglaroh menjadi terkenal sejak pernah menjadi penting jaman Kartasura (era pemberontakan/perjuangan Raden Mas Sahid).
Nah, Raden Mas Said lahir pada jaman Kartasura, yakni pada tahun 1725 saat Sri Susuhunan Amangkurat IV (kakek beliau) bertahta.
Ayah beliau (Pangeran Adipati Arya Mangkunagara, putra Amangkurat IV dengan Ratu Sepuh: Kusumanarsa, asal bumi Nglaroh) sebenarnya adalah putra mahkota, calon pengganti Amangkurat IV. Namun begitu Amangkurat IV mangkat, Arya Mangkunagara disingkirkan dan diangkatlah Raden Mas Prabasuyasa (putra Amangkurat IV dengan Ratu Ageng) sebagai raja Kartasura dengan gelar Pakubuwana II. Arya Mangkunagara (ayah Raden Mas Sahid) diasingkan sampai ke Ceylon, atau versi babad: ke Kaap - Afrika Selatan.
Dan Raden Mas Sahid (termasuk keponakan Sri Susuhunan Pakubuwana II) akhirnya menyingkir ke Nglaroh, tanah asal keluarga neneknya, Ratu Sepuh (Raden Ayu Kusumanarsa).
Dengan mengambil momentum tanggal 19 Mei 1741 M, ketika Raden Mas Sahid / Raden Mas Suryakusuma / Pangeran Adipati Prangwadana / 'Pangeran Sambernyawa' (di kemudian hari menjadi KGPAA Mangkunegara I, penguasa Praja Mangkunegaran yang pertama)
membentuk sebuah awal pemerintahan di Nglaroh, oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri (jaman Bupati Oemarsono) dianggap sebagai cikal bakal Kabupaten Wonogiri. Dan belasan tahun yang lalu, pemerintah Kabupaten Wonogiri (saat itu Drs. Oemarsono) menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1990 tentang Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri, yang merujuk pada tahun ketika Raden Mas Sahid mulai mengadakan basis kekuatan militer untuk berjuang melawan kekuasaan Kompeni Belanda dan Kerajaan Kartasura - Surakarta, tahun 1741.
Hingga akhirnya beliau mendapat sebuah wilayah kekuasaan swapraja, yang dinamakan Praja Mangkunegaran, dan beliau menjadi KGPAA Mangkunegara I (1757-1795).
Dan daerah Nglaroh-Keduwang-Hånggåbayan-Sembuyan-Wiråkå (atau disebut sebagai kawasan Wånågiri), merupakan salah satu wilayah bawahan kekuasaan Praja Mangkunegaran.
KGPAA Mangkunegara I (kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto) mangkat pada tahun 1795, dan digantikan oleh cucunya, sebagai KGPAA Mangkunegara II (1796-1835).
WÅNÅGIRI SEBAGAI SUATU KAWEDANAN GUNUNG
Pada masa Praja Mangkunegaran diperintah oleh cucu KGPAA Mangkunegara II, yakni KGPAA Mangkunegara III (1835-1853) alias canggah dari KGPAA Mangkunegara I (KGPAA Mangkunegara II adalah cucu dari KGPAA Mangkunegara I), Wånågiri menjadi sebuah KAWEDANAN GUNUNG WÅNÅGIRI.
Wilayah Kawedanan Gunung Wånågiri (Wonogiri) merupakan daerah kawedanan (onderregent), di bawah Praja Mangkunegaran, yang dipimpin oleh seseorang dengan jabatan sebagai Wedana Gunung. Organisasi pemerintahan pada saat itu masih sangat sederhana, dengan titik berat bidang pemerintahan hanya dua urusan yaitu urusan dalam (rèh njero) dan urusan luar (rèh njåbå).
1) R.Ng. Jåyåsudarså
Jabatan Wedånå Gunung Wånågiri pertama dijabat oleh Raden Ngabehi Jåyåsudarså, sejak tahun 1847. Sejatinya, inilah cikal-bakal Wonogiri sebagai daerah pemerintahan.
(Makam Wedånå Gunung pertama ini terdapat di Dusun Ambarwangi, Desa Wonoharjo, Kecamatan Nguntoronadi sekarang).
2) R.Ng. Jåyåsaråntå (Wånågiri) & R.Ng. Jåyåhandåyå (Baturetnå)
Pada tahun 1875, atas permohonan R. Ng. Jåyåsudarså, Kawedanan Gunung Wonogiri dipecah menjadi dua yaitu Kawedanan Gunung Wånågiri dan Kawedanan Gunung Baturetnå.
Kawedanan Gunung Wånågiri meliputi wilayah Keduwang, Hånggåbayan, dan Nglaroh, dengan jabatan Wedånå Gunung yang dipegang oleh Raden Ngabehi Jåyåsaråntå (putra tertua Raden Ngabehi Jåyåsudarså).
Kawedanan Gunung Baturetnå meliputi wilayah Wiråkå, Sembuyan, dan Ngawen dengan jabatan Wedånå Gunung yang dipegang oleh Raden Ngabehi Jåyåhandåyå (putra kedua R. Ng. Jåyåsudarså).
3) R.M.Ng. Citrådipurå
Pada tahun 1892, terjadi penghapusan wilayah Kawedanan Gunung Baturetnå dan digabungkan kembali dengan Kawedanan Gunung Wånågiri. Pejabat Wedana Gunung dipegang oleh Raden Mas Ngabehi Citrådipurå hingga tahun 1900.
4) R.M.Ng. Haryåkusumå
Hingga pada tahun 1903, terjadi penghapusan jabatan Panekaring Wedånå Gunung (?)
R.M. Ng. Citrådipurå sendiri kemudian diangkat sebagai Bupati Patih di Praja Mangkunegaran dan berganti nama Raden Mas Ngabehi Bråtådipurå.
Jabatan yang ditinggalkannya diganti oleh Raden Mas Ngabehi Haryåkusumå hingga tahun 1916.
R.M.Ng. Haryakusumo ini memiliki putra antara lain:
~ R.M.Ng. Soemoharyomo (wedana Jumapolo-Karanganyar); ayah R.Ay. Siti Hartinah (Tien Soeharto)
~ R.M.Ng. Soemoharmoyo (kelak menjadi bupati Wonogiri periode 1974-1979); salah satu putra R.M.Ng./K.R.M.H. Soemoharmoyo bernama R.Ay. Siti Sutati diperistri oleh Ki Begug Poernomosidi (bupati Wonogiri periode 2000-2010)
...
*WONOGIRI SEBAGAI KABUPATEN dalam Wilayah Praja Mangkunegaran*
Pada tahun 1917, ada peristiwa penting, yaitu adanya Serat Tetedhakan KGPAA Mangkunegara VII yang diumumkan pada tanggal 19 Nopember 1917, antara lain berisi mengenai berubahnya status wilayah Wånågiri yang semula merupakan Kawedanan Gunung, menjadi kabupaten, yang akan dikepalai oleh seorang bupati dengan gelar tumenggung.
KGPAA Mangkunegara VII kemudian mengangkat Raden Mas Tumenggung Warså Adiningrat sebagai Bupati Wånågiri, menggantikan Wedånå Gunung R.M.Ng. Haryåkusumå (yang kemudian bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Haryokusumo).
Berikut daftar nama para wedånå gunung di Kawedanan Gunung Wånågiri berikut bupati-bupati Kabupaten Wonogiri sebelum lahir Republik Indonesia (atau ketika masih termasuk wilayah swapraja Praja Mangkunegaran).
(1) Kanjeng Raden Mas Tumenggung Warsa Adiningrat (mulai tahun 1917), bupati pertama Wonogiri sebagai sebuah kabupaten (bukan 'kawedanan gunung') di bawah pemerintahan swapraja Praja Mangkunegaran;
2) Mas Tumenggung Warsadiningrat (Warsa Adiningrat II, pengganti Warsa Adiningrat);
3) Raden Ngabehi Jayawirana (pengganti Warsadiningrat);
4) Kanjeng Raden Tumenggung Harjawiratma (hingga tahun 1946);
...

Penampilan salah satu pegunungan di tepi pusat kabupaten dilihat dari arah timur, Jalan Diponegoro; tampak puncak gunung yang disebut Gunung Gandul. (Foto: Istimewa)
WONOGIRI SEBAGAI KABUPATEN (DAERAH TINGKAT I) DI BAWAH PROVINSI JAWA TENGAH
Kerusuhan Gerakan Anti Swapraja pada tahun 1946 menyebabkan hilangnya status keistimewaan daerah Surakarta (Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran).
Kabupaten Wonogiri sebagai WILAYAH UTAMA dari Praja Mangkunegaran yang mendapat dampak akibat Gerakan Anti Swapraja. Terjadi dualisme pemerintahan.
Akhirnya karena status Daerah Istimewa Surakarta tidak bisa dipertahankan pemerintah dan Sri Susuhunan Pakubuwana XII serta Sri Paduka KGPAA Mangkunegara VIII; maka Kabupaten Wonogiri lepas dari Praja Mangkunegaran. Kabupaten Karanganyar demikian pula, lepas dari pemerintahan Praja Mangkunegaran. Juga, kabupaten-kabupaten wilayah Kasunanan Surakarta seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Sragen pun juga lepas dari Kasunanan Surakarta.
Kabupaten-kabupaten: Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, dan Sragen masuk ke Provinsi Jawa Tengah; karena Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (dan Mangkunegaran) telah dihapuskan menjelang pertengahan tahun 1946 itu.
((Berbeda dengan status keistimewaan Kasultanan Yogyakarta, 'adik' dari Surakarta, yang karena kokoh dan sejak tahun 1946 menjadi ibukota RI yang baru lahir, status Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi langgeng; dan kabupaten-kabupaten (Gunung Kidul, Sleman, Kulonprogo, dan Bantul serta Kota Yogyakarta sendiri) masuk dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.))
Di Kabupaten Wonogiri lalu ditunjuk bupati oleh sebuah komite, dan hasilnya Soetojo Hardjoreksono menjadi bupatinya, menggantikan K.R.T. Hardjowiratmo (bupati Wonogiri terakhir saat Wonogiri masih di bawah Praja Mangkunegaran).
Berikut nama bupati-bupati di Kabupaten Wonogiri setelah masa kemerdekaan (jaman Republik Indonesia).
1. SOETOJO HARDJOREKSONO ( 1946-1948 )
2. R. DANOEPRANOTO ( 1948-1950 )
3. R. AGUS MIFTAH DANOEKOESOEMO ( 1950-1953 )
4. SENTOT WONGSO ADMOJO ( 1953-1956 )
5. R. SOETARKO ( 1956-1957 )
6. POERWO PRANOTO ( 1958 )
7. R. YAKOP DANOE ADMOJO ( 1958-1959 )
8. RM. Ng. BROTO PRANOTO ( 1960-1966 )
9. R. SAMINO ( 1967-1974 )
10. KRMH. SOEMOHARMOYO ( 1974-1979 )
11. DRS. AGOES SOEMADI ( 1979-1980)
12. R. SOEDIHARTO ( 1980-1985 )
13. DRS. OEMARSONO ( 1985-1995 )
14. Drs. TJUK SUSILO ( 1995-2000 )
15. H. BEGUG POERNOMOSIDI ( 2000-2010 )
16. H. DANAR RAHMANTO ( 2010 – 2015)
16b. SARWA PRAMANA (PLT. BUPATI 2016)
17. JOKO SUTOPO (2016 - sekarang)
KABUPATEN WONOGIRI
WONOGIRI MERUPAKAN WÅNÅ-GIRI: SUATU KAWASAN YANG BANYAK HUTAN DAN PEGUNUNGANNYA
Nama "wanagiri" yang dalam ejaan Belanda: "wonogiri" (dan akhirnya dibakukan menjadi nama daerah: Wonogiri), berarti hutan (wana) dan gunung (giri). Memang kawasan ini berupa pegunungan dan hutan.
Pegunungan di Wonogiri adalah untaian gunung-gunung kecil atau perbukitan, notabene merupakan rangkaian Pegunungan Sewu (Pegunungan Seribu). Di sisi barat laut, terdapat untaian pegunungan Gajah Mungkur. Pegunungan Gajah Mungkur terdapat puluhan puncak bukit, sebagian di antaranya memiliki nama sendiri-sendiri, antara lain: Gunung Gajah Mungkur, Gunung Gånå, Gunung Gandhul, dan sebagainya. Begitu pula di sisi yang lain, misalnya di bagian barat daya, selatan, tenggara, dan timur. Sementara, di sisi timur laut merupakan lereng selatan Gunung Lawu. Hanya di bagian tengah sebelah utara dari daerah ini yang hampir dapat dikatakan tidak ada bukit, perbukitan atau pegunungan.
Wonogiri memiliki banyak hutan atau alas (wånå). Alas Dånålåyå (Donoloyo) dan Alas Kethu adalah contoh hutan yang amat legendaris dan bersejarah.
Selain perbukitan dan hutan-hutan, daerah di Jawa bagian tengah-selatan ini terdapat banyak sungai. Sungai yang terkenal hingga kini antara lain ialah Sungai Kaduwang/Keduwang (Keduang) dan Sungai Wiråkå (Wiraka) yang akhirnya menyambung atau bermuara ke Bengawan Sålå (Bengawan Solo). Ya, Bengawan Solo memang berhulu di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Wonogiri ini. Selain sungai-sungai tersebut, banyak sungai-sungai kecil yang juga mengalir ke Bengawan Solo. Hanya saja, sejak adanya waduk raksasa tahun 1970-an (yang dinamakan: Gajah Mungkur; seperti nama gunung yang ada di sebelah barat lautnya), pertemuan-pertemuan sungai ke Bengawan Solo tadi ikut terendam waduk, bersama puluhan desa atau ratusan dusun di sejumlah kecamatan di Kabupaten Wonogiri.
KADUWANG/KEDUWANG: NAMA MASA LALU WONOGIRI
Salah satu sungai yang namanya pernah menjadi nama kawasan ini pada masa lalu adalah Sungai Keduang. Keduang, atau dalam ejaan asli Jawa adalah: Keduwang atau Kaduwang, adalah nama yang paling eksis untuk kawasan ini. Nama 'Wånågiri' sendiri menurut data sejarah baru betul-betul menjadi nama daerah sejak tahun 1840-an, yakni Wånågiri sebagai suatu kawedanan. Penulis meyakini bahwa nama itu diberikan oleh adipati Mangkunegaran saat itu, atau paling tidak atas persetujuan sang adipati. Adipati Mangkunegaran bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara (atau dalam sastra klasik: Mangkunagara). Sedangkan Mangkunegaran (Mangkunagaran) adalah sebuah praja berbentuk kadipaten yang berdiri pada tahun 1757, yang antara lain menguasai daerah yang pada tahun 1840-an bernama Wånågiri tadi.
Sebelum bernama "Wånågiri", kawasan ini terdiri dari sejumlah 'daerah', antara lain: Keduwang (Kaduwang) dan Sembuyan, serta daerah sekitarnya yakni: Nglaroh (Laroh), Hånggåbayan/Ånggåbayan (Honggobayan/Onggobayan), dan Wiråkå (Wiroko).
Keduwang agaknya menjadi nama yang paling terkenal pada masa lalu (paruh pertama abad ke-19, abad ke-18, dan mungkin sejak sebelumnya). Dari tulisan-tulisan mengenai Perang Jawa atau Perang Dipånegårå (1825-1830) lebih ditemukan nama distrik Keduwang, sebagai nama daerah yang kemudian menjadi Wånågiri (Wonogiri). Seorang penulis Inggris bernama John Joseph Stockdale pada tahun 1811 berhasil menulis sebuah manuskrip berjudul "The Island of Java", dilengkapi sebuah peta pulau Jawa yang utuh, dengan nama-nama kota dan daerah-daerah pada masa itu. Dalam peta Stockdale tahun 1811 itu, terdapat nama "Kadowang" (Kaduwang) di sebelah barat "Bannaraga" (Pånårågå/Ponorogo). Hal ini sesuai dengan fakta bahwa 'Wonogiri' yang saat itu lebih terkenal dengan nama Kaduwang, memang terletak tepat di sebelah barat Ponorogo.
Peta yang dibuat se-abad sebelumnya pun juga ditemukan nama "Cadoewan", yakni pada peta buatan seorang pembuat peta asal Prancis, berangka tahun: 1718! Tahun 1718 adalah era Kerajaan Mataram Kartasura, yang rajanya saat itu adalah Susuhunan Pakubuwånå (PB I), cucu Sultan Mataram (Sultan Agung / Susuhunan Agung / Panembahan Hanyåkråkusumå).
HANCIRNYA KERATON KARTASURA
Keraton Kartasura menjadi pusat Kerajaan Mataram (atau tepatnya: kelanjutan Kerajaan Mataram), hingga tahun 1742 atau 1743. Tahun 1742 adalah tahun ketika istana Kartasura berhasil dikuasai barisan pemberontak Cina (dan segenap pendukung) yang dipimpin oleh Sunan Kuning atau RM Garendi), tepatnya pada 30 Juni 1742. Sang raja yakni Susuhunan Pakubuwånå II (cucu dari Susuhunan Pakubuwånå I, atau putra dan penerus dari Susuhunan Amangkurat IV) terpaksa menyingkir meninggalkan keraton, dan berdiam sementara di Pånårågå (Ponorogo).
Sunan Kuning (RM Garendi) sempat menduduki istana dan diangkat oleh pengikutnya menjadi raja baru di Kartasura dengan gelar: Susuhunan Amangkurat V. Sebenarnya, istana telah cukup porak-poranda.
Atas jatuhnya Kartasura ke barisan pemberontak, Kompeni (VOC: Verenigde Ost Compagnie) tidak tinggal diam. Memang, VOC telah memiliki pengaruh kuat terhadap pemerintahan Kartasura, bahkan sejak awal Kartasura berdiri (tahun 1680-an). VOC menjadi partner kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara ketika itu, salah satunya Kartasura (kelanjutan Kerajaan Mataram). Maka, Susuhunan Pakubuwana II, raja Kartasura yang kelima itu nantinya harus membayar jasa VOC dengan makin kuatnya pengaruh VOC dalam pemerintahannya ke depan.
RM Garendi atau Sunan Kuning tidak lama menduduki Kartasura. Sekitar tahun 1743, dia diserang pasukan gabungan: Madura, VOC, dan sekutunya. Kartasura semakin hancur. Barisan Sunan Kuning tak mampu bertahan, lalu menyingkir ke barat daya, ke daerah Mataram, yakni suatu tempat bernama Randhulawang. Di sana Sunan Kuning masih berusaha menggalang kekuatan, dengan segenap para pengikutnya. Kapitan Sepanjang (Tai Wan Sui), pimpinan orang-orang Cina, serta Patih Mangun-oneng adalah orang-orang Sunan Kuning yang terkemuka.
Tak lama bermarkas di Randhulawang, tiba-tiba Sunan Kuning kedatangan sekelompok orang yang ternyata ingin bergabung. Pimpinan kelompok orang-orang tadi adalah RM Suryakusuma. Siapa dia?
NGLAROH: MARKAS MILITER MULA-MULA RM SURYAKUSUMA (RM SAHID)
Di kawasan sebelah timur laut Alas Kethu, merupakan dataran rendah yang betul-betul datar. Dataran itulah yang merupakan sebuah daerah yang bernama Laroh atau Nglaroh. Di situ lah basis atau markas awal perjuangan Raden Mas Sahid, putra Pangeran Aryå Mangkunagårå. Pangeran Arya Mangkunagara, ayah R.M. Sahid sebenarnya merupakan putra mahkota Kartasura, calon pengganti sang ayah, Sri Susuhunan Amangkurat IV.
Wilayah yang konon diidentikkan dengan tempat Pangeran Erlangga berkelana, yakni VÅNÅGIRI pada masa silam ini,
mulanya merupakan lima (5) daerah yang saya istilahkan sebagai
"PÅNCÅWADÅNÅ WÅNÅGIRI", yakni:
Nglaroh, Keduwang, Hånggåbayan, Sembuyan, dan Wiråkå.
Kelima nama kawasan tersebut telah populer sejak era Mataram - Kartasura - Surakarta, atau mungkin sebelum itu, terutama Kaduwang/Keduwang dan Sembuyan. Lalu Nglaroh menjadi terkenal sejak pernah menjadi penting jaman Kartasura (era pemberontakan/perjuangan Raden Mas Sahid).
Nah, Raden Mas Said lahir pada jaman Kartasura, yakni pada tahun 1725 saat Sri Susuhunan Amangkurat IV (kakek beliau) bertahta.
Ayah beliau (Pangeran Adipati Arya Mangkunagara, putra Amangkurat IV dengan Ratu Sepuh: Kusumanarsa, asal bumi Nglaroh) sebenarnya adalah putra mahkota, calon pengganti Amangkurat IV. Namun begitu Amangkurat IV mangkat, Arya Mangkunagara disingkirkan dan diangkatlah Raden Mas Prabasuyasa (putra Amangkurat IV dengan Ratu Ageng) sebagai raja Kartasura dengan gelar Pakubuwana II. Arya Mangkunagara (ayah Raden Mas Sahid) diasingkan sampai ke Ceylon, atau versi babad: ke Kaap - Afrika Selatan.
Dan Raden Mas Sahid (termasuk keponakan Sri Susuhunan Pakubuwana II) akhirnya menyingkir ke Nglaroh, tanah asal keluarga neneknya, Ratu Sepuh (Raden Ayu Kusumanarsa).
Dengan mengambil momentum tanggal 19 Mei 1741 M, ketika Raden Mas Sahid / Raden Mas Suryakusuma / Pangeran Adipati Prangwadana / 'Pangeran Sambernyawa' (di kemudian hari menjadi KGPAA Mangkunegara I, penguasa Praja Mangkunegaran yang pertama)
membentuk sebuah awal pemerintahan di Nglaroh, oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri (jaman Bupati Oemarsono) dianggap sebagai cikal bakal Kabupaten Wonogiri. Dan belasan tahun yang lalu, pemerintah Kabupaten Wonogiri (saat itu Drs. Oemarsono) menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1990 tentang Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri, yang merujuk pada tahun ketika Raden Mas Sahid mulai mengadakan basis kekuatan militer untuk berjuang melawan kekuasaan Kompeni Belanda dan Kerajaan Kartasura - Surakarta, tahun 1741.
Hingga akhirnya beliau mendapat sebuah wilayah kekuasaan swapraja, yang dinamakan Praja Mangkunegaran, dan beliau menjadi KGPAA Mangkunegara I (1757-1795).
Dan daerah Nglaroh-Keduwang-Hånggåbayan-Sembuyan-Wiråkå (atau disebut sebagai kawasan Wånågiri), merupakan salah satu wilayah bawahan kekuasaan Praja Mangkunegaran.
KGPAA Mangkunegara I (kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto) mangkat pada tahun 1795, dan digantikan oleh cucunya, sebagai KGPAA Mangkunegara II (1796-1835).
WÅNÅGIRI SEBAGAI SUATU KAWEDANAN GUNUNG
Pada masa Praja Mangkunegaran diperintah oleh cucu KGPAA Mangkunegara II, yakni KGPAA Mangkunegara III (1835-1853) alias canggah dari KGPAA Mangkunegara I (KGPAA Mangkunegara II adalah cucu dari KGPAA Mangkunegara I), Wånågiri menjadi sebuah KAWEDANAN GUNUNG WÅNÅGIRI.
Wilayah Kawedanan Gunung Wånågiri (Wonogiri) merupakan daerah kawedanan (onderregent), di bawah Praja Mangkunegaran, yang dipimpin oleh seseorang dengan jabatan sebagai Wedana Gunung. Organisasi pemerintahan pada saat itu masih sangat sederhana, dengan titik berat bidang pemerintahan hanya dua urusan yaitu urusan dalam (rèh njero) dan urusan luar (rèh njåbå).
1) R.Ng. Jåyåsudarså
Jabatan Wedånå Gunung Wånågiri pertama dijabat oleh Raden Ngabehi Jåyåsudarså, sejak tahun 1847. Sejatinya, inilah cikal-bakal Wonogiri sebagai daerah pemerintahan.
(Makam Wedånå Gunung pertama ini terdapat di Dusun Ambarwangi, Desa Wonoharjo, Kecamatan Nguntoronadi sekarang).
2) R.Ng. Jåyåsaråntå (Wånågiri) & R.Ng. Jåyåhandåyå (Baturetnå)
Pada tahun 1875, atas permohonan R. Ng. Jåyåsudarså, Kawedanan Gunung Wonogiri dipecah menjadi dua yaitu Kawedanan Gunung Wånågiri dan Kawedanan Gunung Baturetnå.
Kawedanan Gunung Wånågiri meliputi wilayah Keduwang, Hånggåbayan, dan Nglaroh, dengan jabatan Wedånå Gunung yang dipegang oleh Raden Ngabehi Jåyåsaråntå (putra tertua Raden Ngabehi Jåyåsudarså).
Kawedanan Gunung Baturetnå meliputi wilayah Wiråkå, Sembuyan, dan Ngawen dengan jabatan Wedånå Gunung yang dipegang oleh Raden Ngabehi Jåyåhandåyå (putra kedua R. Ng. Jåyåsudarså).
3) R.M.Ng. Citrådipurå
Pada tahun 1892, terjadi penghapusan wilayah Kawedanan Gunung Baturetnå dan digabungkan kembali dengan Kawedanan Gunung Wånågiri. Pejabat Wedana Gunung dipegang oleh Raden Mas Ngabehi Citrådipurå hingga tahun 1900.
4) R.M.Ng. Haryåkusumå
Hingga pada tahun 1903, terjadi penghapusan jabatan Panekaring Wedånå Gunung (?)
R.M. Ng. Citrådipurå sendiri kemudian diangkat sebagai Bupati Patih di Praja Mangkunegaran dan berganti nama Raden Mas Ngabehi Bråtådipurå.
Jabatan yang ditinggalkannya diganti oleh Raden Mas Ngabehi Haryåkusumå hingga tahun 1916.
R.M.Ng. Haryakusumo ini memiliki putra antara lain:
~ R.M.Ng. Soemoharyomo (wedana Jumapolo-Karanganyar); ayah R.Ay. Siti Hartinah (Tien Soeharto)
~ R.M.Ng. Soemoharmoyo (kelak menjadi bupati Wonogiri periode 1974-1979); salah satu putra R.M.Ng./K.R.M.H. Soemoharmoyo bernama R.Ay. Siti Sutati diperistri oleh Ki Begug Poernomosidi (bupati Wonogiri periode 2000-2010)
...
*WONOGIRI SEBAGAI KABUPATEN dalam Wilayah Praja Mangkunegaran*
Pada tahun 1917, ada peristiwa penting, yaitu adanya Serat Tetedhakan KGPAA Mangkunegara VII yang diumumkan pada tanggal 19 Nopember 1917, antara lain berisi mengenai berubahnya status wilayah Wånågiri yang semula merupakan Kawedanan Gunung, menjadi kabupaten, yang akan dikepalai oleh seorang bupati dengan gelar tumenggung.
KGPAA Mangkunegara VII kemudian mengangkat Raden Mas Tumenggung Warså Adiningrat sebagai Bupati Wånågiri, menggantikan Wedånå Gunung R.M.Ng. Haryåkusumå (yang kemudian bergelar Kanjeng Pangeran Haryo Haryokusumo).
Berikut daftar nama para wedånå gunung di Kawedanan Gunung Wånågiri berikut bupati-bupati Kabupaten Wonogiri sebelum lahir Republik Indonesia (atau ketika masih termasuk wilayah swapraja Praja Mangkunegaran).
(1) Kanjeng Raden Mas Tumenggung Warsa Adiningrat (mulai tahun 1917), bupati pertama Wonogiri sebagai sebuah kabupaten (bukan 'kawedanan gunung') di bawah pemerintahan swapraja Praja Mangkunegaran;
2) Mas Tumenggung Warsadiningrat (Warsa Adiningrat II, pengganti Warsa Adiningrat);
3) Raden Ngabehi Jayawirana (pengganti Warsadiningrat);
4) Kanjeng Raden Tumenggung Harjawiratma (hingga tahun 1946);
...

Penampilan salah satu pegunungan di tepi pusat kabupaten dilihat dari arah timur, Jalan Diponegoro; tampak puncak gunung yang disebut Gunung Gandul. (Foto: Istimewa)
WONOGIRI SEBAGAI KABUPATEN (DAERAH TINGKAT I) DI BAWAH PROVINSI JAWA TENGAH
Kerusuhan Gerakan Anti Swapraja pada tahun 1946 menyebabkan hilangnya status keistimewaan daerah Surakarta (Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran).
Kabupaten Wonogiri sebagai WILAYAH UTAMA dari Praja Mangkunegaran yang mendapat dampak akibat Gerakan Anti Swapraja. Terjadi dualisme pemerintahan.
Akhirnya karena status Daerah Istimewa Surakarta tidak bisa dipertahankan pemerintah dan Sri Susuhunan Pakubuwana XII serta Sri Paduka KGPAA Mangkunegara VIII; maka Kabupaten Wonogiri lepas dari Praja Mangkunegaran. Kabupaten Karanganyar demikian pula, lepas dari pemerintahan Praja Mangkunegaran. Juga, kabupaten-kabupaten wilayah Kasunanan Surakarta seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo, dan Sragen pun juga lepas dari Kasunanan Surakarta.
Kabupaten-kabupaten: Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, dan Sragen masuk ke Provinsi Jawa Tengah; karena Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (dan Mangkunegaran) telah dihapuskan menjelang pertengahan tahun 1946 itu.
((Berbeda dengan status keistimewaan Kasultanan Yogyakarta, 'adik' dari Surakarta, yang karena kokoh dan sejak tahun 1946 menjadi ibukota RI yang baru lahir, status Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi langgeng; dan kabupaten-kabupaten (Gunung Kidul, Sleman, Kulonprogo, dan Bantul serta Kota Yogyakarta sendiri) masuk dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.))
Di Kabupaten Wonogiri lalu ditunjuk bupati oleh sebuah komite, dan hasilnya Soetojo Hardjoreksono menjadi bupatinya, menggantikan K.R.T. Hardjowiratmo (bupati Wonogiri terakhir saat Wonogiri masih di bawah Praja Mangkunegaran).
Berikut nama bupati-bupati di Kabupaten Wonogiri setelah masa kemerdekaan (jaman Republik Indonesia).
1. SOETOJO HARDJOREKSONO ( 1946-1948 )
2. R. DANOEPRANOTO ( 1948-1950 )
3. R. AGUS MIFTAH DANOEKOESOEMO ( 1950-1953 )
4. SENTOT WONGSO ADMOJO ( 1953-1956 )
5. R. SOETARKO ( 1956-1957 )
6. POERWO PRANOTO ( 1958 )
7. R. YAKOP DANOE ADMOJO ( 1958-1959 )
8. RM. Ng. BROTO PRANOTO ( 1960-1966 )
9. R. SAMINO ( 1967-1974 )
10. KRMH. SOEMOHARMOYO ( 1974-1979 )
11. DRS. AGOES SOEMADI ( 1979-1980)
12. R. SOEDIHARTO ( 1980-1985 )
13. DRS. OEMARSONO ( 1985-1995 )
14. Drs. TJUK SUSILO ( 1995-2000 )
15. H. BEGUG POERNOMOSIDI ( 2000-2010 )
16. H. DANAR RAHMANTO ( 2010 – 2015)
16b. SARWA PRAMANA (PLT. BUPATI 2016)
17. JOKO SUTOPO (2016 - sekarang)
Komentar
Posting Komentar